Minggu, 14 November 2010

Sabtu itu merupakan hari terakhir pelaksanaan tes mid-semester gasal di SMA Semesta. Semua siswa tampak senang setelah semingguan mengerjakan tes tes dari pihak sekolah. Mid-semester kali ini memang beda dari tes tes sebelumnya. Semenjak kedatangan koordinator pendidikan yang baru, Pak Seyid Khan, masalah kedisiplinan menjadi sorotan utama termasuk juga soal contek mencontek. Jika satu tahun yang lalu ketika aku masih duduk di kelas sepuluh contek mencontek merupakan ciri khas pelaksanaan tes yang juga didukung oleh pihak guru. Kali ini pihak sekolah tidak segan segan mengeluarkan siswa siswa yang berani melakukan aksi transfer jawaban keluar dengan cara tak hormat dari ruang tes. Salah satu antisipasinya adalah dengan mencampur peserta dari jenjang kelas delapan, sembilan, sebelas dan duabelas dalam satu ruangan yang sama.


Bagaimanapun juga tes telah selesai, dan semua tampak bahagia telah melakukan kewajiban mengerjaan soal soal mid. Seperti biasa, hampir semua siswa atau sekitar delapan puluh persen penghuni asrama mangantri di depan kantor asrama untuk mendapatkan ijin. Ijin biasanya hanya diberikan oleh direktur asrama Yavus Abi. Namun karena saking banyaknya siswa yang ijin, hari itu ada tiga pemberi ijin yang aku kurang ingat namanya. Memang tak semua siswa pulang, sebagian hanya meminta ijin untuk keluar asrama hingga petang nanti. Hari itu aku bersama beberapa teman kelasku diundang oleh wali kelas kami Pak Kuncoro untuk mengikuti acara bulanan di dersane tembalang (dersane merupakan rumah mahasiswa yang dikelola oleh Pasiad). Yang mendapat kehormatan untuk mengantri ijin di kantor asrama adalah Ramon. Setelah menunggu sekitar satu jam akhirnya aku, Ramon, Aswin, Januar dan Irfan diijinkan. Tak tanggung tanggung, Yavus abi memberi ijin hingga pukul sepuluh malam.

Hari semakin sore dan satu per satu anggota kamarku meninggalkan asrama. Hanya empat orang dari kami yang tersisa. Pukul setengah lima kami berangkat menuju greenwood di mana Pak Kuncoro telah menunggu. Aku berboncengan dengan Januar menunggangi vespa milik Irfan. Sedangkan Irfan Ramon Aswin bersama menunggangi motor milik Januar. Kami sengaja bertukar karena Januar kurang mahir jika di suruh berboncengan orang tiga. Baru sekitar seratus meter dari pos satpam hujan turun mengguyur rombongan kami. Dengan sangat berhati hati kami tembus guyuran air yang lumayan deras. Nampaknya langit tak menerima permohonan kami, bukannya berkurang, hujan justru mengguyur semakin deras. Akhirnya kami berhenti di sebuah perpompaan ban motor sambil menunggu hujan reda. Ramon menelpon Pak Kuncoro, mencoba menjelaskan keadaan kami yang basah kuyup di bawah naungan atap seng di pinggir jalan. Sekitar sepuluh menit kemudian hujan reda dan kami langsung tancap gas.

Nasib memang nasib, ketika kami baru melaju beberapa meter, hujan turun lagi. Aku yang saat itu berada di belakang motor Irfan bersama Januar menyalip mereka, mengisyaratkan untuk mempercepat kemudi agar cepat sampai. Namun ketika posisi motor kami bersebelahan, teman kami Ramon membuat lelucon yang yang amat membuat kami semua naik darah. Ramon meninggalkan helmnya di tempan perpompaan. Aku yang terlanjur emosi saat itu langsung mengumpat Ramon dan menyuruhnya untuk segera mengambil helm dan melanjutkan perjalanan. Ketika sudah lumayan jauh di depan, hujan bertambah deras dan akhirya aku dan Januar meminggirkan diri ke sebuah warung kecil di tikungan yang menurun. Di depan warung itu aku parkirkan vespa yang kami tunggangi tepat di belakang sebuah motor bebek biru.

Kami memasuki warung yang berukuran hanya 3 x 3 meter. Kami langsung di sambut sesosok manusia bertubuh besar yang kebetulan sedang berteduh juga. Orang itu adalah pemilik motor biru yang diparkirkan di depan warung. “Mari mas” sapanya, kami berdua tersenyum kemudian meminta izin untuk ikut berteduh. Kami berdua jongkok kedinginan di pinggiran warung sambil memegangi baju kami yang basah kuyup sambil sekali kali melirik ke layar hape. Tak lama kemudian Januar menerima pesan dari Aswin yang memberi tahu kami bahwa mereka telah sampai di kediaman Pak Kuncoro. Mereka menyuruh kami untuk segera menyusul denag menggunakan mantel yang ada di bagasi vespa. Januar mengambil mantel dan kembali ke warung berlari menghindari derasnya rintik hujan. Ketika dia baru membaikan badan dan berlari dua langkah, tiba tiba vespa kami jatuh ke arah motor biru yang berada tepat di depannnya. Aku yang kaget langsung mengambil insiatif bersama Januar mengangkat vespa yang roboh itu. Nampak caira bensin keluar dari tangki vespa yang bocor. Kemudian pegangan rem yang ada di stang sebelah kanan lepas. Untungnya motor di depan kami tidak ikut roboh namun aku dapat melihat sebuah goresan kecil. Awalnya aku tak mempedulikannya karena ku anggap itu hal sepele. Sang pemilik berpaling ke arah kami dan tanpa pikir panjang aku menytakan bahwa motornya tidak apa apa.

Vespa yang roboh tadi ternyata tak mau menyala dan kami terpaksa harus mendorongnya. Untung saja jalan di depan warung cukup menurun jadi kami tak perlu mengeluarkan tenaga terlalu banyak. Setelah turunan selesai tibalah kami di jalan lurus yang amat datar. Dari situlah kami berdua harus menuntun vespa seberat 300 kilogram di bawah guyuran hujan. Ketika kami hendak sampai di turunan lagi, kami berdua dikagetkan dengan sesosok yang familiar menepi di depan kami. Orang itu adalah pemilik motor biru yang tadi kami temui di warung. Dengan muka penuh amarah orang itu menegur kami dan memprotes soal goresan yang tadi aku nyatakan tidak apa apa. Orang itu meminta ganti rugi dan sialnya kami berdua tak membawa rupiah sedikitpun. Aku menawarkan KTPku sebagai jaminan dan meminta kepada orang itu agar menemuiku di asrama. Sayangnya ia tak mengindahkan usulku, orang itu bersikokoh hanya ingin ganti rugi sebesar 80.000 rupiah. Januar yang berada di sampingku langsung menelpon Ramon untung pinjaman uang. Ramon segera mengiyakan dan beberapa menit kemudian Ramon beserta Pak Kuncoro, Irfan dan aswin datang di TKP.

Aku dan Januar mencoba menjelaskan apa yang terjadi kepada Pak Kuncoro. Karena kesalahan memang sepenuhnya milik kami, kami mengganti rugi goresan di motor orang asing tadi dan meminta maaf dengan segera. Orang asing itu pergi dan kami dihadapkan dengan satu masalah lagi yang lumayan serius. Motor Irfan tak kunjung menyala dan sang pemilik mulai menunjukan kekecewaannya. Berkali kali Irfan menjejakan tuas kick starter namun tak ada efeknya. Sesekali motor menyala namun hanya selang beberapa detik motor mati lagi. Kami putus asa dan akhirnya kembali mendorong motor butut itu sampai ke depan komplek perumahan greenwood. Di sana kami menemui seseorang yang punya vespa juga. Beliau mencoba membuka buka mesin dan membersihkan busi yang basah terkena luapaan cairan bensin saat roboh tadi. Waktu sudah menunjukan pukul 6.20 petang dan kami belum solat. Sudah sekitar dua jam sejak kami keluar dari asrama dan kami belum sampai juga ke dersane.

Karena tak kunjung nyala, motor Irfan akhirnya kami titipkan di apotek yang berada di depan pintu gerbang perumahan Greenwood. Kemudian kami meminjam motor milik Pak Imam untuk mengganti vespa Irfan. Pak Kuncoro segera mengumumkan jalur terobosan yang akan kita lewati menuju tembalang. “Nanti setelah alfamart di ujung perumahan greenwood itu, kita belok kek kanan dan ikuti saya terus” kata beliau. Motor Pak Kuncoro yang digoncegi Ramon berbelok ke kanan disusul oleh motor pak imam yang ditunggangi aku dan Irfan. Namun ketika aku tengok ke belakang, tak ada tanda tanda lampu dari motor milikk Januar. Menyadari itu aku langsung menegur Irfan yang kemudian memanggil Pak Kuncoro, memberitahu tentang kehilangan Januar dan Aswin. Kami coba menelpon mereka beberapa kali namun tak diangkat. Setelah lima percobaan akhirnya Aswin mengangkat. Seperti dugaan kami, mereka tidak mematuhi perintah untuk berbelok kanan yang Pak Kuncoro umumkan di depan apotek tadi. Kami yang kedinginan harus menunggu beberapa menit samapi akhirnya Januar dan aswin sampai di mulut gang tenpat kami berbelok kanan. Kemudi motor Januar aku ambil alih agar tidak terjadi kasus tersasar lagi.

Kami melanjutkan perjalanan ke dersane dengan sedikit dongkol akibat ulah Januar yang membuat acara tersesat di bawah hujan itu. Di daerah sampangan kami berhenti sejenak untuk ibadah solat maghrib. Kami benar benar telat, bayangkan saja. Beberapa detik setelah kami mengucapkan salam, adzan Isya langsung berkumandang. Setelah kurang lebihh tiga jam perjalanan yang penuh peristiwa tadi atau sekitar pukul 19.20, kami akhirnya sampai di dersane. Para penghuni dersane sepertinya telah lama menunggu kami. Berbagai hidangan telah disiapkan di ruang tamu mulai dari ayam goreng sampai sop yang aromanya sangat menggoda. Abi abi yang ada di dersane sangat baik, mereka dengan senang hati meminjamkan kami pakaian kering. Setelah kami semua kering, segeralah santap malam dimulai. Seusai makan kami saling berkenalan dengan mahasiswa mahasiswa penghuni dersane yang berasal dari bebagai daerah di Jawa. Mereka rata rata kuliah di UNDIP dari berbagai fakultas. Pak Kuncoro seperti biasa memberi kami sedikit ceramah sambil menunggu makanan yang kami santap turun ke lambung.

Hari semakin malam dan akhirnya tiba saatnya kami pulang. Januar sudah aku antar sampai rumah dan kami membawa motornya. Ini merupakan bentuk tanggup jawab Januar yang merasa sangat bersalah selam sore tadi. Kami semua telah puas mengobrol di dersane dan bermain futsal bersama anak anak dersane lainnya. Ijin kami memang hanya sampai pukul sepuluh malam. Namun mengingat musibah yang telah menimpa kami, Pak Kuncoro dengan baik hati memberi kami ijin lagi. Malam itu telah menunjukan pukul sepuluh tiga puluh. Kami semua berpamitan dan tentunya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya atas kebaikan para penghuni dersane. Pak Kuncoro pulang terlebih dahulu. Aku Irfan Ramon dan Aswin mampir ke Simpang Lima untuk membeli baju seragam tim kamar sebelum pulang kembali ke asrama.
Categories:

2 komentar:

  1. assalamualeykum.
    namaku agam,kebetulan aja searching ngebaca postingan ini,hehe
    kebetulan saya anak dershane undip juga, boleh kenalan?
    kamu kuliah/sekolah dturki?
    Insyallah,bulan juli aku keturki. brg kali bisa berkunjung ketempatmu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. walaikumsalam. Boleh boleh
      saya masih di turki sampai sekitar empat tahun lagi

      Hapus