Minggu sore itu cuaca terlihat sangat tak bersahabat. Awan yang mendung diselingi halilintar yang saling menyambar , bergabung dengan tiupan angin yang lumayan kencang, membuat para pengendara mempercepat kendaraan mereka menghindari segala kemungkinan kehujanan. Sore itu, aku, Mirza dan Irfan baru saja menyelesaikan tes seleksi beasiswa Universitas President dan tengah bersiap siap untuk perjalanan ke Jogja guna melanjutkan psikotes kami yang belum selesai. Kami bertiga dan juga Anggono yang memutuskan untuk tidak mengikuti tes, rencananya akan kembali sebentar ke asrama untuk mengambil barang dan bekal kami maghrib ini sebelum bertolak ke Jogja menggunakan sepeda motor. Dengan mengantongi kartu izin dari Pak Seyid Khan, status perjalanan kami sah dan bisa dipertanggung jawabkan.
Manusia berencana tapi Tuhanlah yang menentukan, begitulah kisah kami yang harus terjebak dalam guyuran hujan beberapa saat setelah tes selesai. Kami memutuskan untuk berteduh di masjid Baiturahman di daerah Simpang Lima sambil menunggu teman kami Anggono yang masih dalam perjalanan dari rumah pacarnya. Kami panik dan bingung akan perjalanan kami yang terancam gagal. Kami masih ragu ragu apakah kami mampu ke Jogja naik motor di saat hujan deras seperti ini atau tidak.
Sudah bisa dibayangkan bagaimana kami akan basah kuyup dan jatuh sakit sesampainya di Jogja. Berbagai rencana alternatif kami siapkan, mulai dari naik bus, pinjam mobil sampai rencana membatalkan perjalanan. Kami memutuskan untuk tetap berangkat dengan kondisi apapun karena perlu diketahui, mendapatkan izin dari sekolah kami di hari kerja adalah kesempatan yang sangat jarang dan terlalu sayang bila disia siakan.
Kami mencoba peruntungan dengan menelfon Hendra untuk meminjam mobilnya dengan uang sewa 100 ribu rupiah. Aku yang waktu itu berbicara mencoba dengan segala daya dan upaya membujuk Hendra. Sayang dia tak mau ambil resiko dimarahi Ayahnya karena takut terjadi apa apa dengan mobil kesayangannya itu. Kemudian kami berniat untuk menelfon Endo yang juga memiliki mobil pribadi. Mirza yang waktu itu ditugaskan untuk menelfon Endo karena Mirza dianggap yang paling dekat.
Tanpa disangka sangka sosok Endo muncul dari kerumunan jamaah masjid. Kami kaget dan tanpa buang waktu Mirza langsung menghampiri Endo dan bernegosiasi. Sepertinya dewi fortuna telah kembali, tanpa banyak tawar menawar Endo langsung menyepakati harga sewa 100 ribu kami dengan syarat bensin tidak habis ketika kembali. Rejeki memang ga ke mana mana, perjalanan yang kami kira bakal sangat tak menyenangkan berubah dengan kehadiran mobil Endo.
Kami bertemu dengan Anggono yang telah berada di depan masjid kemudian kembali ke asrama untuk bersiap siap sambil menunggu Endo yang masih ada urusan saat itu. Tas dan sepatu kami bawa ke pos satpam. Endo datang pada pukul 20.00 dan langsung menyerahkan mobilnya kepada kami. Kami banyak menjumpai truk truk besar yang berjalan sangat pelan, tetapi arus dari arah berlawanan sangat renggang sehingga kami dengan mudah menyalip mereka. Jalanan tak seramai di siang hari yang penuh dengan kendaraan yang ugal ugalan. Ini memang waktu yang paling tepat untuk menikmati jalanan.
Jam telah menunjukan pukul 11.00 dan kami telah sampai di kawasan terminal Jombor. Kami berbelok ke kiri memasuki ring road utara menuju jalan Kaliurang. Kami tidak langsung pulang melainkan mampir dulu ke sebuah karaoke yang terletak tak jauh dari rumah Mirza. Aneh memang karena kami berempat sudah ngantuk mengingat seharian tadi kami tidak istirahat. Namanya juga anak muda yang ga ambil pusing, kami pun melantunkan lagu lagu sampai pukul 01.00. Sambil menahan rasa kantuk yang sudah akut kami kemudian mengitari kota Jogja sejenak sebelum akhirnya pulang.
Kami sampai di rumah Mirza pukul 02.00 dan langsung tergeletak lemas dikasur. Keesokan harinya kami berangkat ke UGM pada pukul 09.30 dan memulai tes setengah jam setelah itu. Tes yang lumayan sulit ini berlangsung selama dua jam. Hasil tes tersebut baru akan diketahui 2 minggu setelah ini. Kami betolak dari UGM untuk menikmati sisa izin kami yang masi tersisa sekitar 9 jam. Sambil bersenda gurau kami melihat pemandangan sekitar jalanan jogja yang penuh dengan pelajar di hari Senin itu. Di saat teman teman yang lain belajar di kelas kami justru menikmati waktu luang kami bagai film realita cinta dan rock n roll.
Tujuan pertama kami adalah Amplas yang berada sekitar lima kilometer dari UGM. Teman kami Irfan berniat untuk membeli sepatu baru dan beberapa barang titipan temannya di Blora. Kami memarkir mobil di lantai paling atas agar tak terlalu jauh dari mushola. Setelah sholat kami masuk mal dan mulai berkeliling. Setelah satu jam, muncul niatan kami untuk menjaili Irfan yang masih sibuk memilih sepatu. Bermula dari ide Mirza yang menarik aku dan Anggono keluar dari toko pelan pelan, kami meninggalkan Irfan ke arah lantai 3. Sambil menahan tawa puas kami sekali kali melirik ke arah toko di mana Irfan berada.
Sudah 15 menit akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke toko tadi. Irfan sebelumnya telah mengirim pesan singkat kepada kami beertiga namun kami tak begitu menghiraukannya. Ternyata dia sudah tak ada di situ dan akhirnya kami menelfon Irfan menanyakan posisinya. Irfan menjelaskan bahwa karyawan tokonya telah memberi tahu Irfan bahwa kami meninggalkannya. Irfan yang tak mau repot kemudian menunggu di tempat parkir karena dia tahu kami pasti akan lewat sana.
Sambil tertawa mengejek kami bertemu Irfan yang telah menunggu cukup lama. Kami masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan kami ke Malioboro. Sepertinya memang sudah menjadi tradisi karena setiap ke jogja kami pasti mampir ke sini. Sekitar dua jam kami menelusuri trotoar Malioboro membeli suvenir suvenir tradisional untuk dibawa sebagai buah tangan. Setelah kelelahan kami kembali ke rumah Mirza untuk bersiap siap kembali ke Semarang. Mobil Endo yang sangat kotor ketika itu kami cuci sebelum kami kembalikan ke pemiliknya.
Kami bertolak dari rumah Mirza pukul 17.30. Jalanan tak sesepi tadi malam dan kami tak seleluasa berjalan cepat di tengah kerumunan lalu lintas malam itu. Pada pukul 19.00 kami sampai di Secang dan mampir ke rumah paman dari Irfan untuk istirahat dan Sholat. Paman Irfan memang sangat baik, kami di suguhi teh dan beberapa jamuan dan kemudian diberi uang untuk makan di jalan. Kami mendapat sedikit ceramah sesaat sebelum kami melanjutkan perjalanan. Sangat menyenangkan memang untuk beajar dari orang yang berpengalaman.
Pukul 21.20 kami tiba di pos satpam. Nasi ayam yang telah kami pesan di perjalanan tadi sudah menunggu di pos satpam untuk disantap. Kami bisa melihat teman teman baru saja keluar dari program belajar malam. Kami menyantap nasi ayam tersebut di graha suwanto sambil ngobrol menikmati akhir dari perjalanan kami yang amat menyenangkan karena besok realita kehidupan di Semesta telah kembali di hadapan kami.
Minggu, 03 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar