Belajar di luar negeri memang tidak mudah.
Jika pun kau dibekali dengan otak yang super encer, pasti ada saja masalah di luar
pelajaran menghadang. Kebetulan otakku seperti pasta yang berada di antara fase
encer dan keras. Jadi untuk menghadapi pelajaran saja, otak ini sudah gugup
minta ampun. Kala problem problem lain menghadang, ia kejang kejang merinding
bagai orang yang kelaparan sekaligus kedinginan. Entah benar atau tidak perumpamaan
tadi. Otak memang organ yang unik, susah sekali untuk dianalogikan dengan
ciptaan Tuhan yang lain.
Namun di balik
kesusahan dan tantangan tantangan otak itu, ada beberapa hal yang selalu saja
bisa menghibur diri. Setiap orang pasti punya hal hal yang bisa mencairkan
suasana hati atau sekedar memecah keheningan. Dalam kasusku ada Sagag dan
anak-anak Turki yang kutemui di pinggir jalan. Sagag biasanya menghiburku
dengan pikiran-pikiran anehnya tentang dunia. Sedangkan anak-anak kecil itu membuat
perutku bergoyang geli dengan ulah mereka.
Di Turki umumnya
tidak ada yang tahu dan paham akan Bahasa Indonesia. Jadi ketika sedang
berjalan sendiri di tengah keramaian, biasanya kusempatkan berdialog dengan
bayanganku yang bernama Sagag. Jika sedang bosan terutama ketika berada di
antara kerumunan manusia, Sagag datang lalu mulai bertanya tanya.
Sagag sebenarnya
telah lahir sejak jaman SMA. Dulu ia tidak banyak keluar menemuiku. Ia hanya
datang malam sebelum waktu tidur. Biasanya kami bercakap-cakap untuk setengah
jam lalu terlelap pulas. Semenjak sampai di Turki ia mulai rajin datang
mengunjungi. Mungkin karena dulu aku lebih banyak berbicara dengan kawan kawan
kamar.
Kemudian
ada anak-anak kecil yang hampir setiap hari aku temui di jalanan. Mungkin
karena warna kulit sawo matang (orang sini putih putih) dan rambut panjangku,
mereka selalu mengira diri ini berasal dari Jepang atau China. Ketika
berpapasan keluarlah kata kata macam
“Konichiwa” “wasingsong song” “Oromogorotogo” atau suara suara macem
“Ciaaaaaaa”. Tak jarang meraka memperagakan gerakan kung fu yang sungguh
menggelikan. Pada awalnya diri ini sering tersinggung dengan tingkah laku
mereka. Namun lambat laun perilaku mereka menjadi terlihat lucu.
Suatu hari diri
ini sedang suntuk dan muak dengan bumi. Sejak pagi hingga sore tidak ada yang
mengenakkan hati. Saat jalan menyusuri sebuah komplek, aku berpapasan dengan
bocah bocah.
“Hei,
Cheng Weng, konichiwa” seru seorang dari lima.
“O
Cin mi lan, Japon yoksa” saut yang lain (*Itu orang Cina apa Jepang ya?)
“Orimo,
orogitoramorogo” saut satu lagi
“hahahahhaa”
Diriku diam menahan tawa akan tingkah konyol segerombolan tadi. Setelah kutelan luapan
tawa, kedua mataku melirik dengan sedikit disipitkan. Untuk beberapa detik
terjadi tatap menatap antara diriku dan gerombolan anak kecil itu. Tak lama berselang,
mereka lari. Hahaha.
hahaha sagag chan
BalasHapus