Minggu, 18 Desember 2011



Aku begitu terkejut pagi ini, benar benar terkejut. Kamarku berganti ketika satu per satu mataku  terbuka. Kasur kecilku melebar dan terdapat tirai-tirai indah di pojok pojoknya. Bantalku juga membesar dan bertambah dua biji. Aku makin dikagetkan ketika bunyi dari pintu datang. Saat itu pandanganku berceceran ke seluruh penjuru kamar. Benar-benar aneh bentuk rupa kamar tidurku. Komputerku masih ada hanya saja mejanya berubah dan kursi belajarku bertransformasi menjadi kursi-kursi para bos kantor yang biasa aku saksikan di film-film. Ada apa ini pikirku? Apakah aku masih bermimpi? Kemudian suara ketukan pintu itu berbunyi lagi. Mataku kali ini terfokus ke sana.


“Masuklah” kataku.

“ Selamat pagi Tuan” katanya tersenyum. Ia membawa sebuah dorongan berisikan berbagai hidangan sarapan.

Ada apa ini? Batinku lagi. Aku gosok mata kanan lalu mata kiri menyangka semua ini mimpi. Namun belum sampai tanganku itu pikiranku berubah. Ini merupakan mimpi indah kenapa tak kunikmati saja dahulu barulah nanti aku bangun. Aku tersenyum lalu membalas salam pelayan itu.

“Silahkan Tuan, jika menginginkan sesuatu tekan saja tombol ini, saya akan kembali lagi satu jam lagi” katanya seraya tersenyum ramah kepadaku.

Oh betapa indahnya mimpi ini. Kamar besar lalu sarapan besar, siapa yang tak ingin hidup seperti ini? Kurangku adalah seorang istri. Baiklah sebelum mimpi ini berakhir aku akan mencarinya. Mungkin saja ia ikut terdampar di alam khayal ini. Sambil mencoba bangun dari bantal empukku aku menyentuh sesuatu.

“Mana mungkin!!!” teriakku panik, “Mana mungkin air liur terbawa mimpi!” teriakku lagi heran mendapati genangan mini air liur di sebelah bantalku.

Aku mulai khawatir jangan-jangan semua ini nyata apa adanya. Untuk sejenak aku tidak ingin memikirkannya. Aku hanya ingin menikmati sarapan besar ini terlebih dahulu. Di kereta dorong itu terdapat berbagai selai buah dan selai bunga. Kemudian madu coklat dan kacang-kacangan. Tak lupa roti-roti segar yang baru turun dari pemanggangan. Telur dan beberapa irisan daging sapi serta sedikit potongan daging ayam ikut menawarkan diri untuk dimakan. Asap yang timbul dari daging-daging itu membahana keseluruh penjuru ruangan. Andai computer kesayanganku bisa makan sudah pasti kuajak dia. Biarlah benda mati itu dalam kematiannya, biarkan hidangan ini masuk ke dalam mulutku seorang saja.

Satu jam kemudian pelayan itu datang lagi. Ia masuk ke kamar dengan senyum yang sama lebarnya ketika mengantarkan hidangan-hidangan ini.

“Bagaimana sarapannya Tuan, semoga hari ini menyenangkan” katanya sopan

“Terima kasih amm …..”

“Nama saya Topan Tuan”

“Terima kasih Topan, kau sungguh telah melayaniku dengan baik” jawabku sembari tersenyum.

Kata kataku begitu canggung dan kaku. Terkesan resmi, aku pun tidak percaya dengan ucapan itu. Namun apa boleh buat, jauh lebih baik dari pada tidak menjawab sama sekali.

“Tuanku, hari ini setelah sarapan Tuan harus bertemu dengan Angin. Dia penasehat tuan hari ini”

“Angin siapa dia? Aku belum pernah melihat atau bertemu dengannya. Lalu kenapa tidak kau saja yang menjadi penasehatku?” tanyaku sedikit penasaran

“Tuanku, saya hanyalah seorang pelayan yang tak mungkin mengemban tugas itu. Silahkan hubungi Angin Tuan” jawabnya sambil menyodorkan sebuah kertas.

Topan membersihkan sarapanku dengan cepat dan cermat. Di tanganku masih kugenggam kertas pemberian Topan. Ada beberapa nomer di sana. Jari telunjukku segera menangkap nama Angin. Telefonku biasa kuletakkan di meja kecil tepat di samping kasurku. Aku baru sadar ternyata meja itu berubah juga. Untung saja telefon genggamku masih seperti lama.

*Maaf sisa pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini, tuuut tuuuut…….

“Apa apaan ini, kamar sebesar ini, sarapan sebesar tadi, sekarang diriku tak punya pulsa” gerutuku penuh kesal

Sangat disayangkan memang memiliki kamar sebesar ini namun tak ada pulsa sama sekali. Rasanya ingin ku banting telefon genggamku. Bagaimana aku bisa menghubungi penasehatku. Aku letakkan telefon genggamku di meja semula. Di situ aku dapati tiga telefon lagi dengan label masing-masing. Telefon tim, kemudian telefon antar Negara dan telefon keamanan. Kertas pemberian Topan aku buka lagi dan dengan cermat aku baca. Ternyata untuk menggapai Angin aku harus menggunakan telefon tim. Tanpa membunag waktu aku sergap telefon itu. Bentuknya lucu tidak seperti telefon-telefon biasanya. Layarnya terdapat di bawah para tombol-tombol. Warnanya putih sedikit kekuningan. Seperti telefon yang sudah lama digunakan namun permukaannya masih halus terjaga. Pengamatanku terhenti ketika  suara seorang lelaki datang dari dalam telefon itu.

“Selamat pagi Tuanku Raja Nusantara, senang bisa mendengar Tuan sehat kembali” sapanya sopan

“Selamat pagi Angin, memangnya apa yang terjadi padaku?” tanyaku menanggapi komentarnya akan kesehatanku.

“Tuanku sudah lima tahun tak sadarkan diri, kami kira Tuan sudah meninggal dunia namun masih ada detak jantung itu, tugas Tuan selama ini diemban oleh Jenderal Badai” jawab

Makin bingung saja aku dengan keadaan ini. Seorang Raja Nusantara yang telah lima tahun tak sadarkan diri sementara negaranya dijalankan oleh Jenderal.

“Tunggu Angin, aku masih tidak mengerti apa katamu. Lima tahun tak sadarkan diri?” tanyaku lagi

“Benar tuan, sebaiknya Tuan menemui saya di bawah. Saya akan menerangkan seluruhnya karena saya rasa berbicara langsung akan lebih efektif”

“Di bawah bagian mana? Aku tidak mengerti” kataku bingung

“Bukalah jendela Tuan, seratus meter dari kamar Tuan terdapat sebuah bale. Di situlah saya menunggu”

Aku segera bergegas ke jendela itu yang sedari tadi belum aku jamah. Gorden dalam lalu gorden luar aku buka pelan-pelan. Betapa indahnya pemandangan yang ada. Taman berhiasakan kolam-kolam kecil lengkap dengan air terjunnya. Betapa besarnya halaman rumahku, atau istana lebih tepatnya. Benarkah ini terjadi. Kekagumanku tak berhenti pada halaman, di depan istanaku terpampang jelas sebuah danau nan luas yang di belakangnya berdiri deretan pegunungan.

“Sudah nampakkah bale itu Tuanku?” Tanya Angin

Aku hampir lupa bahwa sedari tadi Angin menunggu jawabanku “Baiklah Angin, sampai bertemu di sana”

“Dengan hormat yang mulia Tuanku”


Bersambung.........
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar