Aku begitu terkejut pagi ini, benar benar terkejut.
Kamarku berganti ketika satu per satu mataku
terbuka. Kasur kecilku melebar dan terdapat tirai-tirai indah di pojok
pojoknya. Bantalku juga membesar dan bertambah dua biji. Aku makin dikagetkan
ketika bunyi dari pintu datang. Saat itu pandanganku berceceran ke seluruh
penjuru kamar. Benar-benar aneh bentuk rupa kamar tidurku. Komputerku masih ada
hanya saja mejanya berubah dan kursi belajarku bertransformasi menjadi kursi-kursi
para bos kantor yang biasa aku saksikan di film-film. Ada apa ini pikirku?
Apakah aku masih bermimpi? Kemudian suara ketukan pintu itu berbunyi lagi.
Mataku kali ini terfokus ke sana.
“Masuklah” kataku.
“ Selamat pagi Tuan” katanya tersenyum. Ia membawa
sebuah dorongan berisikan berbagai hidangan sarapan.
Ada apa ini? Batinku lagi. Aku gosok mata kanan lalu
mata kiri menyangka semua ini mimpi. Namun belum sampai tanganku itu pikiranku
berubah. Ini merupakan mimpi indah kenapa tak kunikmati saja dahulu barulah
nanti aku bangun. Aku tersenyum lalu membalas salam pelayan itu.
“Silahkan Tuan, jika menginginkan sesuatu tekan saja
tombol ini, saya akan kembali lagi satu jam lagi” katanya seraya tersenyum
ramah kepadaku.
Oh betapa indahnya mimpi ini. Kamar besar lalu
sarapan besar, siapa yang tak ingin hidup seperti ini? Kurangku adalah seorang
istri. Baiklah sebelum mimpi ini berakhir aku akan mencarinya. Mungkin saja ia
ikut terdampar di alam khayal ini. Sambil mencoba bangun dari bantal empukku
aku menyentuh sesuatu.
“Mana mungkin!!!” teriakku panik, “Mana mungkin air
liur terbawa mimpi!” teriakku lagi heran mendapati genangan mini air liur di
sebelah bantalku.
Aku mulai khawatir jangan-jangan semua ini nyata apa
adanya. Untuk sejenak aku tidak ingin memikirkannya. Aku hanya ingin menikmati
sarapan besar ini terlebih dahulu. Di kereta dorong itu terdapat berbagai selai
buah dan selai bunga. Kemudian madu coklat dan kacang-kacangan. Tak lupa roti-roti
segar yang baru turun dari pemanggangan. Telur dan beberapa irisan daging sapi serta
sedikit potongan daging ayam ikut menawarkan diri untuk dimakan. Asap yang
timbul dari daging-daging itu membahana keseluruh penjuru ruangan. Andai
computer kesayanganku bisa makan sudah pasti kuajak dia. Biarlah benda mati itu
dalam kematiannya, biarkan hidangan ini masuk ke dalam mulutku seorang saja.
Satu jam kemudian pelayan itu datang lagi. Ia masuk
ke kamar dengan senyum yang sama lebarnya ketika mengantarkan hidangan-hidangan
ini.
“Bagaimana sarapannya Tuan, semoga hari ini
menyenangkan” katanya sopan
“Terima kasih amm …..”
“Nama saya Topan Tuan”
“Terima kasih Topan, kau sungguh telah melayaniku
dengan baik” jawabku sembari tersenyum.
Kata kataku begitu canggung dan kaku. Terkesan resmi,
aku pun tidak percaya dengan ucapan itu. Namun apa boleh buat, jauh lebih baik
dari pada tidak menjawab sama sekali.
“Tuanku, hari ini setelah sarapan Tuan harus bertemu
dengan Angin. Dia penasehat tuan hari ini”
“Angin siapa dia? Aku belum pernah melihat atau
bertemu dengannya. Lalu kenapa tidak kau saja yang menjadi penasehatku?”
tanyaku sedikit penasaran
“Tuanku, saya hanyalah seorang pelayan yang tak
mungkin mengemban tugas itu. Silahkan hubungi Angin Tuan” jawabnya sambil
menyodorkan sebuah kertas.
Topan membersihkan sarapanku dengan cepat dan cermat.
Di tanganku masih kugenggam kertas pemberian Topan. Ada beberapa nomer di sana.
Jari telunjukku segera menangkap nama Angin. Telefonku biasa kuletakkan di meja
kecil tepat di samping kasurku. Aku baru sadar ternyata meja itu berubah juga.
Untung saja telefon genggamku masih seperti lama.
*Maaf sisa pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan
panggilan ini, tuuut tuuuut…….
“Apa apaan ini, kamar sebesar ini, sarapan sebesar
tadi, sekarang diriku tak punya pulsa” gerutuku penuh kesal
Sangat disayangkan memang memiliki kamar sebesar ini
namun tak ada pulsa sama sekali. Rasanya ingin ku banting telefon genggamku.
Bagaimana aku bisa menghubungi penasehatku. Aku letakkan telefon genggamku di
meja semula. Di situ aku dapati tiga telefon lagi dengan label masing-masing. Telefon tim, kemudian telefon antar Negara dan telefon keamanan. Kertas pemberian Topan
aku buka lagi dan dengan cermat aku baca. Ternyata untuk menggapai Angin aku harus
menggunakan telefon tim. Tanpa membunag waktu aku sergap telefon itu. Bentuknya
lucu tidak seperti telefon-telefon biasanya. Layarnya terdapat di bawah para
tombol-tombol. Warnanya putih sedikit kekuningan. Seperti telefon yang sudah
lama digunakan namun permukaannya masih halus terjaga. Pengamatanku terhenti
ketika suara seorang lelaki datang dari
dalam telefon itu.
“Selamat pagi Tuanku Raja Nusantara, senang bisa
mendengar Tuan sehat kembali” sapanya sopan
“Selamat pagi Angin, memangnya apa yang terjadi
padaku?” tanyaku menanggapi komentarnya akan kesehatanku.
“Tuanku sudah lima tahun tak sadarkan diri, kami kira
Tuan sudah meninggal dunia namun masih ada detak jantung itu, tugas Tuan selama
ini diemban oleh Jenderal Badai” jawab
Makin bingung saja aku dengan keadaan ini. Seorang
Raja Nusantara yang telah lima tahun tak sadarkan diri sementara negaranya
dijalankan oleh Jenderal.
“Tunggu Angin, aku masih tidak mengerti apa katamu.
Lima tahun tak sadarkan diri?” tanyaku lagi
“Benar tuan, sebaiknya Tuan menemui saya di bawah.
Saya akan menerangkan seluruhnya karena saya rasa berbicara langsung akan lebih
efektif”
“Di bawah bagian mana? Aku tidak mengerti” kataku
bingung
“Bukalah jendela Tuan, seratus meter dari kamar Tuan terdapat
sebuah bale. Di situlah saya menunggu”
Aku segera bergegas ke jendela itu yang sedari tadi
belum aku jamah. Gorden dalam lalu gorden luar aku buka pelan-pelan. Betapa
indahnya pemandangan yang ada. Taman berhiasakan kolam-kolam kecil lengkap
dengan air terjunnya. Betapa besarnya halaman rumahku, atau istana lebih
tepatnya. Benarkah ini terjadi. Kekagumanku tak berhenti pada halaman, di depan
istanaku terpampang jelas sebuah danau nan luas yang di belakangnya berdiri
deretan pegunungan.
“Sudah nampakkah bale itu Tuanku?” Tanya Angin
Aku hampir lupa bahwa sedari tadi Angin menunggu
jawabanku “Baiklah Angin, sampai bertemu di sana”
“Dengan hormat yang mulia Tuanku”
Bersambung.........
Bersambung.........
0 komentar:
Posting Komentar