Tiba tiba saja aku menangis sedikit
di akhir adegan film Hati Merdeka. Beberapa cuplikan video perjuangan
kemerdekaan diiringi lagu patriotik memaksa air mataku keluar. Otakku masih
dipenuhi oleh adegan saling bunuh para aktor. Sebenarnya film ini telah lama
siar namun aku baru sempat menontonnya. Tiga seri film yang bertemakan
perjuangan kemerdekaan Indonesia itu akhirnya berakhir juga. Kapten Amir,
Marius, Senja, Thomas dan Dayan sukses menjalankan misi mereka.
Rasa
gemetar biasanya hanya datang ketika mendengarkan lagu Indonesia Raya atau
ketika melihat sang bendera berkibar. Di kota ini aku bersyukur masih bisa
melihat dua bendera Negara kita yang berkibar setiap saat. Satu di wisma dan
satu lagi di kantor KBRI. Namun di depan laptopku aku mulai merenungi tentang
hak dan kewajibanku terhadap negaraku sendiri. Sudah seberapa berjuang aku ini?
Ataukah belum sama sekali?
Sejak
SMP aku telah banyak dijejali tentang nasionalisme. Suatu ketika aku pernah
disuruh untuk mencium tanah guna menunjukkan rasa cinta tanah air. Sebagai
junior aku menurut saja berlutut lalu menempelkan lidahku pada bantaran semen
halaman sekolah. Kakak seniorku bukan senang justru marah, bahkan sebagian dari
mereka tertawa dengan kekonyolanku.
“Itu
bukan caranya cinta tanah air dek……”
Aku hanya bisa mengingat kata-kata
ini. Selebihnya aku lupa dan tidak pula mau mengingatnya. Singkat cerita aku
menjalani kegiatan-kegiatan organisasi hingga pada akhirnya menjadi senior
juga. Puncaknya adalah tanggal 17 Agustus 2007. Aku bersama dua orang kawanku
bertugas menjadi pengibar bendera. Bukan di alun-alun kota, hanya tingkat
sekolah saja. Kebetulan aku bertugas menjadi penarik bendera. Prosesi pengibaran
diawali dengan pembawaan bendera, lalu pemasangan dan akhirnya pengibaran.
Ketika lagu Indonesia Raya berkumandang aku tarik tali berlahan-lahan.
Pengibaran sukses dengan ditandai sinkronasi antara akhir lagu dan sampainya
bendera di puncak. Bangga sekali hari itu, tidak setiap saat di sekolah kami
bendera sampai bersamaan dengan berhentinya lagu.
Di kalangan pelajar cara paling
aplikatif untuk memupuk rasa nasionalisme memang melalui kegiatan upacara
bendera. Karena dalam ritual pengerekan bendera itu kita bisa merenung dan
mengenang para pahlawan Indonesia. Karena dengan memandangi kain merah putih
itu kita bisa membayangkan tumpah darah pengorbanan kemerdekaan dan putih
ketulusan dalam berkorban.
Kegiatan bertema nasionalisme tidak
hanya berhenti di tingkat SMP. Di SMA aku juga bergabung dengan ekstrakulikuler
Paskibra. Di sini kami tidak hanya bertugas di hari kemerdekaan. Hari pahlawan
serta beberapa event lainnya menjadi pekerjaan tahunan kami. Aku terpilih lagi
menjadi pengibar namun kali ini cukup menjadi pengiring saja.
Setelah
lulus dari SMA rasa nasionalisme itu pudar sepertinya. Jika dahulu aku hampir
selalu menyediakan waktu untuk hormat kepada bendera, kali ini semua biasa
saja. Jika dahulu aku marah marah kepada mereka yang tak mau hormat, sekarang
masa bodoh kelakuan mereka. Bendera hanyalah kain berwarna merah putih, simbol
Negara Indonesia yang berkibar di tiang-tiang.
Kemudian
suatu hari si Gea (baca juga http://igeacitta.wordpress.com/ ) memberikan sebuah
link e-book milik Panji. Dia sebenarnya masih bergelut untuk ujian nasional
namun masih menyempatkan diri jalan-jalan sana sini di dunia maya. Alhasil
beberapa sumber bagus didapatnya mulai dari bukik.com hingga blognya Pak Dahlan
Iskan. Aku terinfeksi lalu terjangkit dan untungnya bisa ikut menikmati. E-book
buatan Panji isinya sangat bagus dan mengena. Jiwaku terbangun lagi, nafsu akan
mencintai negeri ini bergairah lagi. Halaman demi halaman aku baca dan
kecintaan itu semakin menjadi-jadi
Namun
pada bagian akhir buku aku disuguhi berbagai macam kontroversi sejarah yang
masih menjadi misteri. Beberapa pertanyaan seperti “Benarkah Indonesia merdeka
sendiri? ataukah sebuah pemberian? Mengapa Malaysia tidak bersatu dengan kita
padahal mereka serumpun? Atau Belandakah yang menyatukan kita dari Sabang
sampai Merauke?” membuat hati bingung. Kegalauan dan dilema akan negeri sendiri
mencengkeram hingga malam ini. Dan pada malam ini aku terbangun kembali. Malam
ini aku berhasil move on.
*intermezzo
Semenjak tinggal di
Turki aku sering ditanyai “Indonesia itu di mana?” atau “Indonesia itu
benderanya warna apa?” atau “Indonesia banyak orang miskin ya?”. Untuk
pertanyaan pertama tentu aku menerangkannnya dengan jelas hingga titik
koordinat garis lintang dan garis bujur. Karena ada sebagian orang yang
menganggap Indonesia ada di benua Amerika Latin. Pertanyaan kedua biasanya aku jawab
dengan gambar. Dan pertanyaan ketiga aku jawab dengan volume sedang, melunakkan
tekanan. Pertanyaan ketiga memang berat untuk dijawab namun begitulah
kenyataannya.
Aku cukup kecewa sebenarnya
karena Negara sebesar Indonesia tidak masuk di dalam memori mereka. Kita itu
punya penduduk nomor 4 di dunia, populasi muslim terbanyak serta pulau
terbanyak. Kita juga masuk dalam G20 menemani Turki dan delapan belas Negara
lainnya sebagai pelaku ekonomi terbesar. Tapi kenapa jarang sekali yang tahu.
Lalu aku buka sumber sana sini untuk mengulas lagi tentang negeriku sendiri.
Mulai dari sejarah penjajahan hingga budaya tarian yang ada. Tujuannya agar
mengenalkan Indonesia setiap mereka bertanya. Memang tak semua antusias namun
biarlah. Aku sudah biasa berbicara dengan lawan yang tak antusias.
Malam
ini pikiranku melayang ke belakang mengingat dialogku dengan seorang kawan
berkebangsaan Turki. Kami berbagi sejarah Indonesia dan Turki. Tentu saja ia
bercerita tentang Kerajaan Ustmani (Ottoman Empire) yang jaya di benua biru
dahulu. Aku pun bercerita bahwa Kerajaan Ustmani sudah berhubungan baik dengan
kerajaan di Indonesia dahulu ketika jaman penjajahan.
“Indonesia
itu dijajah sama Belanda ya, Eropa memang menjajah seluruh dunia waktu itu”
katanya padaku dengan nada biasa datar.
“Ya
mereka menjajah kami selama lebih kurang tiga setengah abad. Lalu datang pula
Jepang. Tapi kami berjuang dan akhirnya merdeka”
Ingatan
tentang penggalan dialog inilah yang membuatku bisa move on cinta Indonesia. Penggalan dialog ini menjawab semua keraguan
yang bersumber dari pertanyaan Panji di akhir e-booknya. Persatuan negeri ini
mungkin saja adalah sebuah pemberian. Jalan jalan dan rel kereta memang Belanda
yang buat. Namun bagaimanapun juga pahlawan-pahlawan saat itu telah berjuang.
Ribuan bahkan jutaan mati dalam kurun waktu tiga setengah abad. Tujuan
mereka untuk bebas!
Jika
dipikir lagi kita memang bersatu karena senasib menjadi jajahan Belanda. Tentang
Malaysia yang tidak bergabung dengan kita itu urusan lain. Penjajah mereka
adalah Inggris bukan Belanda. Betul adanya bahwa kita masih satu rumpun. Wajah
kita mirip bahasa pun demikian. Tapi jika kita membawa persamaan itu lebih luas
lagi, sebenarnya Filipina juga mirip dengan kita. Bahasa mereka masih memilik
struktur yang sama dengan bahasa bahasa di Indonesia. Masalah persamaan ini
tidak bisa kita jadikan alasan bahwa Indonesia itu bersatu karena Belanda. Kita
tidak bisa serta merta melupakan tumpah darah para pahlawan saat itu yang
memperjuangkan kemerdekaan.
Kawanku
semua, tidak semua Negara yang dahulu dijajah bisa berjuang hingga akhirnya
merdeka. Saya yakin perjuangan melawan Inggris juga terjadi di Malaysia namun
akhir cerita saja yang berbeda. Berbanggalah disertai syukur, janganlah
berbangga untuk sombong karena kenyataannya kita bukan Negara maju yang kaya
raya. Jika pun kita nantinya menjadi macan Asia lagi, rasanya tidak pantas rasa
sombong itu dipelihara.
Seperti
kata guru guru kita di masa SD, SMP dan SMA “Pahlawan zaman dahulu itu berjuang
mati matian untuk mendapatkan kemerdekaan, marilah kita isi kemerdekaan itu
dengan hal hal yang berguna. Hanya itulah yang bisa kita berikan untuk
Indonesia sekarang !”
saya juga meneteskan air mata di saat menonton film itu. saya setuju dengan pernyataan anda "Berbanggalah disertai syukur, janganlah berbangga untuk sombong karena kenyataannya kita bukan Negara maju yang kaya raya" namun menurut saya, benar kita bukan negara maju tapi kita negara yang kaya, hanya saja belum bisa menggunakan kekayaannya dengan efektif dan efisien.
BalasHapusSalam merdeka untuk Bangsa Indonesia
BalasHapusRamalan Zodiak Aries