Senin, 16 Juli 2012




Ini bukan posisi favoritku. Namun sudahlah, aku sudah bermain cukup lama di lini pertahanan lawan tetapi hasilnya tetap saja nihil. Empat puluh lima menit dan aku hanya kebagian satu kali percobaan. Itu pun dengan mudah ditangkap oleh penjaga gawang. Pertahanan mereka terlalu kuat sementara aku bukanlah pemain bertipe fighter seperti Didier Drogba. Setiap kali bola datang entah dari bawah atau atas, akhirnya sama. Pemain belakang mereka menabrak lalu merebut bolanya.

Lebih parahnya lagi aku terbawa emosi. Sewaktu ketika salah satu dari pemain belakang mereka menabrakku. Aku terjatuh dan melihat orang itu merebut bola dan berlari ke arah gawang kami. Amarah tadi mendorong badanku berdiri dan mengejarnya. Setelah cukup dekat aku sangkutkan kaki kananku pada kakinya. Mampuslah dia terjatuh



"Auuuuu, sit sit". teriaknya

Wasit tanpa banyak kata meniup peluitnya sambil menodong kartu kuning ke wajahku. Sialan benar pemain belakang itu. Dia begitu kuat menabrakku kemudian jatuh begitu saja dengan satu sentuhan.

Kapten tim kami Aswin geram. Ia menatapku penuh kecewa. Pelatih kami Pak Prasetyo juga melihat kejadian itu. Beliau menggelengkan kepala dari bangku cadangan. Pemain yang biasa bermain santai baru saja melakukan tekel yang berujung kartu kuning.

Pada saat turun minum habislah diriku. Ternyata tak hanya sang kapten dan pelatih. Rekan rekanku yang lain juga tidak suka terhadap apa yang aku perbuat pada babak pertama tadi.

"Sudah ganti saja Sagag itu, dia gabisa cetak gol" sindir Anto

"Sagag tetap bermain" kata pelatih "Tapi di belakang sekarang"

"Tetapi Pelatih, kenapa tidak beri kesempatan yang lain" sangkal Anto

Aku agak setuju dengan pernyataan Anto, namun hati ini masih ingin main. Badan ini masih panas untuk berlari.

"Betul, mereka juga layak untuk dimainkan" tambah Adrian

"Tidak, Sagag juga bisa bertahan. Ini yang terakhir untuk dia" kata Pelatih

"Bagaimana menurutmu Kapten?" tanya Rio

"Kita tetap mainkan Sagag" saut Aswin

Lega sekali ketika tau diriku masih dalam bagian tim hari ini. Meskipun kesempatan mencetak gol sudah hampir tidak ada.

"Sagag, kalau kau buat ulah bodoh sekali lagi, kami harus ganti kau"

Aku mengangguk tanpa menjawab Pelatih. Kami melakukan briefing terakhir sebelum masuk lapangan lagi. Jika dapat memenangi pertandingan ini kami akan melaju ke babak final. Di partai itu sudah menunggu pemenang semi finalis lainya Bregas FC.

Peluit berbunyi permainan kembali berlari. Tim kami langsung tampil menekan dengan tujuh orang menyerang. Semetara itu aku dan dua  kawanku berjaga di belakang membentuk garis lurus. Strategi offside yang telah diisyaratkan pelatih sedang kami terapkan. Sebenarnya strategi ini cukup riskan namun sangat membantu jika diterapkan dengan baik.

"Gol, Putra Mahendra mencetak gol...." (komentator)

Tim kami unggul satu kosong. Semua bersorak berlari menuju pencetak gol. Kami berbaris ke depan penoton lalu berteriak kegirangan.

Aku tidak begitu bahagia kala itu. Gol yang Mahendra cetak semakin menguatkan bahwa aku adalah striker gagal, striker yang harus mundur ke belakang. Ah biarlah, yang penting sekarang harus fokus di belakang.

Pada sepuluh menit terakhir tim lawan menjadi kesetanan. Kami dikepung setengah lapangan. Mereka memainkan umpan umpan pendek dengan kombinasi aksi solo kedua pemain sayap. Malangnya aku harus berhadapan dengan satu sayap itu.

Namanya Gandi, ia cepat dan lincah. Dia meniru gaya Cristiano Ronaldo saat menggiring bola. Kocekan samba dan sprint cheetah. Suatu saat kami berhadapan satu lawan satu. Dia menatap mataku sambil mengocek samba. Tatapannya tidak menakutkan, hanya saja mengganggu konsentrasi. Sesekali kutatap balik lalu pandanganku kembali ke kaki kakinya.

'Dia pasti hendak ke kanan atau ke kiri. Ini persis dengan trik trik C.Ronaldo di youtube' batinku

Badannya sekarang condong ke kiri. Itu berarti beberapa detik lagi ia akan segera bersentak ke arah sebaliknya. Agar dia merasa telah menipuku maka aku harus mengikutinya sedikit ke kiri lalu bersentak bersama ke arah sebaliknya. Jika kami sudah sejajar barulah kurebut bolanya.

Tebakanku benar, ia berlari ke kanan. Tetapi ada yang salah saat itu karena bola tadi ia selinapkan di antara kedua kakiku. Ketika aku mengikutinya ke kanan, Gandi memanfaatkan celah di antara kaki kakiku. Dia dorong bola tadi meninggalkanku panik. Barusan adalah "aksi kolong".

Panik yang dihasilkan aksi kolong tadi berdampak pada telatnya respons badanku. Kini aku tertinggal satu meter di belakangnya dan butuh usaha ekstra untuk mengejarnya kembali.

Gandi sudah berada dekat gawang sekarang dan yang bisa menghentikannya hanya si penjaga gawang Roni. Tambakan keras ia lepaskan. Untung saja Roni berhasil menepisnya sehingga bola pergi membentur tiang sebelum keluar dari lapangan. Wasit mengisyaratkan sepakan pojok. Dari bangku cadangan ofisial pertandingan memanggilku. Saat itulah aku diganti.....




Categories:

0 komentar:

Posting Komentar