Minggu, 19 September 2010


Setiap akhir tahun di SMA Semesta, para siswa punya tradisi camping atau lebih tepatnya jalan jalan bertamasya sambil menunggu hasil rapor kenaikan kelas. Tidak seperti yang dilakukan sekolah sekolah pada umumnya yang mengadakan perjalanan secara masal satu angkatan, para siswa Semesta mengadakan perjalanan per kelas dan mau tidak mau para siswa juga ikut terlibat dalam hal mengurusi transportasi, penginapan, makan, tempat yang akan di kunjungi samapai urusan dokumentasi. Tujuannya bermacam macam dan ada yang ke jogja, ke Jakarta dan berbagai kota lainnya yang umumnya masih berada di Pulau Jawa.



Tiga minggu sebelum berangkat, kelas kami belum menentukan mana tujuan camping kali ini. Ada dua calon yang masih membuat kami bingung yaitu pilihan antara Bandung-Jakarta atau Bromo. Bandung-Jakarta tiap tahunnya memang menjadi tempat kunjungan favorit, selalu ada saja kelas yang pergi ke sana. Usulan Bromo datang ketika guru bahasa Inggris kami Pak Asep Komarudin bercerita tentang tripnya ke Bromo di kelas. Pak asep yang terbilang masih muda memang hobi traveling, berbagai tempat di Indonesia telah beliau kunjungi. Setiap selesai liburan, beliau selalu mempunyai cerita yang baru tentang tempat yang telah dikunjungi. Dan baru baru ini beliau melakukan round trip se Jawa dan salah satu tempat yang beliau kunjungi adalah Bromo. Menurut cerita beliau pemandangan di bromo sangat indah dan banyak turis mancanegara berkunjung ke sana yang bisa kita ajak ngobrol pake bahasa Inggris, sangat cocok buat camping karena kita bertamasya sekaligus praktek bahasa Inggris.

Akhirnya kami memutuskan untuk merapatkannya bersama wali kelas kesayangan kami Mr. Mustafa Zor. Seperti biasa rapat dilaksanakan pada jam konseling yaitu pada hari rabu jam ke-enam pelajaran atau lebih tepatnya pada pukul 11.15. Pak Zor menyuruh Reza dan Wildan untuk membelikan minuman sebagai konsumsi rapat. Pak Zor memang sangat baik, setiap minggu pasti beliau mentraktir kami, entah itu es krim ataupun sekedar fres tea. Teman teman sekelas sangat menghargai pemberian ini, tak heran kalau predikat wali kelas terbaik disandang oleh pak Mustafa Zor. Muda, tampan, pintar, soleh kurang apa si Pak Zor itu?hahahha.

Waktu tinggal menyisakan dua setengah minggu dan kami harus cepat cepat memutuskan ke mana akan camping. Diskusi berlangsung alot baik Bromo maupun Bandung-Jakarta sama sama mendapat dukungan yang kuat. Namun pada akhirnya keputusan terakhir camping kami adalah Bandung-Jakarta dengan destinasi tambahan Borobudur. Pak zor ingin sekali mengunjungi candi bersejarah itu, beliau begitu penasaran dan ngotot bagaimanapun caranya harus melewati Borobudur.

Setelah tujuan camping diputuskan kami diperintahkan untuk menyusun rute perjalanan sekaligus tempat tempat mana saja yang akan kami kunjungi selama lima hari ke depan dan mengajukan semua rencana kepada beliau akhir minggu ini. Tak Cuma asal menyusun kami juga harus mempertimbangkan harga dan juga tempat yang pas. Kami cukup kebingungan karena tak ada satupun dari anggota kelas kami yang benar benar mengenal daerah Bandung dan Jakarta. Untungnya Pak Asep yang pernah hidup di Bandung membantu kami dengan berbagai tempat menginap yang beliau tawarkan

Rute perjalanan telah ditetapkan. Kami akan berangkat pagi dan langsung menuju Borobudur, kemudian kami akan melanjutkan ke Jogja dan bila waktu memungkinkan kami akan mampir ke Prambanan. Setelah itu malam harinya kita langsung berangkat menuju Bandung agar biaya akomodasi lebih irit. Selanjutnya kami akan berada di bandung selama dua hari dua malam dan kami akan menghabiskan camping di Jakarta pada hari terakhir. Kami memutuskan untuk tidak memakai jasa biro agar kami mandiri. Repot memang namun itu menjadi tantangan sendiri bagi kami.

Semua rencana telah matang dan siap diajukan ke Mr Zor. Tanpa banyak negosiasi Mr Mustafa Zor langsung menyetujui rencana kami. Perkiraan ongkos total perjalanan sebesar satu juta rupiah juga disetujui oleh teman teman. Langkah kami berikutnya adalah memesan bus dan tempat menginap di Bandung dan Jakarta. Safari Dharma Raya menjadi bus pilihan kami atas rekomendasi ibunda Syahrindra Sofyan ‘nonong’ yang punya kenalan di perusahaan otobus itu. Nonong memang sangat membantu karena kami bisa menyewa bus dengan harga satu juta lebih murah dari harga biasa, namun sayangnya dia tidak bisa ikut camping karena ada pembinaan olimpiade yang tak bisa ia tinggalkan. Kemudian kami memesan vila Buah Sinuan yang pernah digunakan Pak Asep beserta kelasnya tiga tahun yang lalu. Vilanya lumayan mahal namun karena rekomendasi Pak Asep kami tak segan untuk memesannya.

Hari yang ditunggu tunggu akhirnya tiba. Pada pukul tujuh pagi, kami sekelas sudah siap dengan semua perlengkapan kami untuk lima hari ke depan. Bus datang pukul sembilan dan selaku panitia kami memberi tahu rute kami kepada pak supir dan pak kondektur untuk konfirmasi. Tak lama kemudian kami langsung berangkat ke Borobudur. Wajah wajah gembira terlihat di antara teman teman di dalam bus. Ada yang bernyanyi nyanyi diiringi gitar, telponan sama cewenya ada pula yang ndengerin musik pake headset. Namun sepertinya pak supir beserta kondekturnya tak begitu bahagia. Mereka mungkin kurang percaya dan heran dengan kami yang ternyata tak memakai jasa biro.

Kami sampai di Bororbudur sekitar pukul sebelas pagi. Kami berpencar dan akan bertemu lagi di tempat pintu masuk pada pukul satu siang. Ternyata kami tak sendirian di Borobudur. Rombongan 10d dan 10e ternyata juga di sini. Sambil mengitari wilayah candi yang sangat panas kami mengambil beberapa foto untuk dijadikan kenang kenangan. Capek memang namun kami bahagia bersama sama di sini. Setelah puas di Borobudur kami melanjutkan perjalanan ke Jogja seperti rencana.

Bus parkir di parkiran Malioboro dan kami sekelas berpencar untuk menikmati keindahan kota budaya ini. Aku, Anggono dan ariza kebetulan serombongan dengan Pak Zor. Kami berempat menelusuri trotoar sepanjang malioboro menemani Pak Zor yang sedang mencari mainan becak dari perak. Tawar menawar antara Pak Zor dengan berbagai penjual menjadi tontonan sendiri buat aku Anggono dan Ariza. Belum pernah kami melihat bule yang pandai menawar seperti beliau. Setelah berputar putar cukup lama beliau akhirnya mendapatkan barang yang diinginkan, empat buah mainan becak dari perak seharga 160 ribu. Melihat Pak Zor yang terlihat kelelahan kami menawarkan naik delman sekaligus mengitari komplek kraton yang tak jauh dari Malioboro. Pak Zor langsung setuju dan beliau memesan satu delman.

Kami sangat menikmati suasana jalanan Jogja yang tak begitu ramai, kami menyempatkan diri mampir ke markas dagadu. Banyak sekali tulisan tulisan menarik dan salah satunya adalah “finding nemu” dengan gambar tokoh nemo. Ga nyambung memang tapi sangat kreatif dan menarik.
Selesai di Malioboro kami melanjutkan perjalanan ke Bandung. Kami tak sempat ke Prambanan karena sudah sore. Kami panitia sempat berseteru karena malam itu tidak ada istirahat dan Pak supir terpaksa harus menyupir samapai Bandung semalaman. Kami sadar bahwa jadwal kami memang sangat menyiksa supir, Pak supir bahkan berkomentar “Saya juga manusia mas, bisa capek”. Kami meminta maaf dan kemudian merundingkan kembali jadwal dan rute perjalanan kami. Kami tidak merasa kesal terhadap Pak supir, kami malah justru merasa tertolong karena ternyata Pak Supir punya beberapa anjuran tentang tempat makan dan tempat istirahat yang belum kami pikirkan.

Pagi harinya kami sampai di Bandung, Pak supir terihat sangat kelelahan dan kami akhirnya memutuskan untuk istirahat di sebuah rumah makan di pinggiran kota Bandung. Semua mandi dan makan di situ sambil menunggu kondisi Pak supir pulih. Tujuan pertama kami di Bandung adalah museum Geology sebelum akhirnya kita ke vila pada malam harinya. Di museum kami bertemu dengas seorang pembina dari SMA Pribadi Bandung yang bernama Kemal Demir. Tak butuh waktu yang lama untuk akrab dengan Kemal. Beliau sangat friendly dan easy going, beliau juga sudah fasih berbahasa Indonesia. Kemal Abi (abi adalah panggilan untuk orang yang lebih tua laki laki dalam bahasa turki) bertindak sebagai tour guide selama di Bandung. Dia ikut dengan rombongan kami sampai hari terakhir. Hari itu kami cukup puas dengan mengelilingi berbagai tempat menarik di kota Bandung.

Rombongan tiba di vila sekitar jam sepuluh malam. Kami sempat kesulitan mencari alamat vila karena ternyata berada di kawasan perkebunan. Kawasan vila tempat kami menginap sangat dingin dan sangat sepi. Banyak dari kami yang memutuskan untuk tidak mandi malam itu dan lebih memilih untuk menunggu pagi. Vila yang terdiri dari dua lantai ini memang cukup besar namun kami tak menyewa seluruhnya. Kami hanya menyewa bagian atas dan sebuah kamar di lantai satu untuk pak supir beserta kondekturnya. Biasanya kami terbiasa dengan obrolan sebelum tidur tapi sepertinya malam itu semua tampak kelelahan setelah perjalanan panjang dari jogja yang disambung tour keliling Bandung tadi siang. Semua tergeletak rapi di ranjangnya masing masing.

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan ke Tangkuban perahu. Sebenarnya kami juga ingin menggunjungi Kawah Putih namun karena lokasinya yang sangat jauh dan berlawanan dengan Tangkuban Prahu akhirnya kami memendam keinginan itu. Kami turun dari bus di tempat parkiran dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunaan angkutan yang kammi sewa 2000 rupiah per orangnya. Seperti biasa kami mengelilingi objek wisata itu menikmati pemandangan yang ada sambil mengambil beberapa foto. Meskipun dingin tempat ini tak pernah sepi pengunjung, apalagi para pasangan muda mudi. Di sini memang banyak spot romantis yang bisa digunakan untuk berduaan tanapa ada gangguan orang banyak. Selama kurang lebih 3 jam kami berada di sana, banyak dari kami yang membeli cindera mata untuk keluarga di rumah. Yang paling pupoler adalah kaos oblong yang bertuliskan ”Tangkuban Perahu”. Kaos itu terlihat tidak asing bagi kami karena salah satu teman kita, Aswin Imam mempunyai kaos tersebut dan sering memakainya di asrama. Hahhahaha

Malam harinya Pak Zor yang sangat baik hati mentraktir kami di “Harts Chicken”. Walaupun tak sepenuhnya namun kami tertarik dengan tawaran beliau yang hanya menarik 10.000 rupiah dari kantong kami padahal sebenarnya kami harus membayar 72.000 per orang untuk menikmati semua makanan yang ada di sana. Seperti orang ga pernah makan kami semua terlihat sangat lahap menyantap hidangan hidangan yang ada, “mumpung sepuasnya” ada yang bilang. Sekitar 30 menit setelah kami masuk satu per satu dari kami mulai menyerah. Kami semua duduk lemas merasa kekenyangan yang amat luar biasa. Belum pernah kami makan sepuas dan sekenyang ini. Beberapa di antara kami masih berjuang menghabiskan es krimnya. Di sini kita tak boleh menyiakan makanan, apa yang kita ambil harus kita habiskan, jika tidak kita harus bayar denda yang telah ditentukan oleh pihak restoran.

Malam itu kami sedikit santai, ada yang mengobrol di teras dan ada juga yang sibuk main DOTA sambil menunggu waktu tidur. Udara sejuk yang menusuk tulang memaksa kami untuk mengenakan baju hangat. Suara bersin muncul dari arah kamar mandi, mereka yang nekat mandi di malam hari karena alasan gerah dan keringatan tak dapat menahan hidung mereka. Satu per saatu para pemandi itu keluar dan tampak badan mereka bergetar sambil mengeluh “grrrrrrr ademee puol ndes”. Kami yang menyaksikan hanya dapat tertawa kecil dan berkomentar “siapa suruh mandi malem malem,hahahah”. Malam itu beberapa panitia berunding denga Pak supir mengenai jadawal ke Jakarta. Pak supir menyarankan untuk pulang pergi saja dan tak usah menginap di Jakarta karena akan sangat repot. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami setuju bahwa besok kita akan berangkat ke Jakarta pagi dan kembali lagi ke vila malam harinya.

Seperti yang telah disepakati kami bernagkat ke jakarta sekitar pukul delapan. Jalanan Jakarta macet dan kami baru sampai Dufan sekitar jam dua belas siang padahal tempat wisata ini tutup pukul lima sore. Kami hanya memiliki waktu sedikit apalagi musim liburan ini Dufan ramai pengunjung. Rata rata dari kami hanya memainkan tiga atau empat wahana karena antrean tiap wahana memang panjang. Walaupun tak cukup puas kami tetap bahagia karena kami bermain bersama sama. Rombongan meninggalkan Jakarta untuk kembali ke Bnadung pada pukul tujuh malam setelah melaksanakan solat isa. Jalanan sangat macet sehingga kami baru sampai di vila kami pada pukul sebelas malam. Seperti malam pertama di Bandung, masing masing dari kami langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur masing masing.

Tibalah hari terakhir dan saatnya untuk berpisah dengan Pak Zor dan Kemal abi. Pak Zor tak dapat menemani kami ke Semarang. Beliau harus pergi kembali ke Turki dan sepertinya tahun depan beliau akan pindah. Sedih memang namun tak ada yang bisa kami lakukan karena itu sudah merupakan keputusan manejmen sekolah. Beliau mempercayakan kami untuk pulang sendiri ke Semarang. Satu per satu dari kami pengucapkan terima kasih dan selamat jalan kepada Pak Zor dan Kemal abi. Kami mengambil foto di pekarangan vila sebagai kenangan terakhir sebelum berpisah.

Perjalanan yang cukup lama kami tempuh. Dari Bandung kamai melewati jalan tol hingga daerah perbatasan cirebon dan Brebes. Kemudian kami menelusuri jalur pantura melewati Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal sebelum akhirnya kami masuk Semarang. Sepanjang perjalanan kami bersenda gurau dan berbagi cerita bersama Pak Supir. Kami menjadi semakin akrab namun sayang ini hari terakhir camping kami. Bus sampai jam setengah satu malam, peraturan safari Dharma Raya yang mengharuskan kami membayar charge jika melebihi jam dua belas malam membuat kami khawatir sedangkan uang perjalanan tinggan 12.000 rupiah. Untungnya Pak supir dan kondektur yang baik hati memutuskan untuk tidak menarik charge.

Sampai di asrama kami langsung menata barang barang kami ke asrama. Kami megucapkan terima kasih kepada pak Supir yang sangat koorperatif selama perjalanan. Kami sangat menikmati perjalanan yang cukup melelahkan itu, kami juga puas dengan pencapaian perjalanan tanpa bantuan jasa biro.hahahhahaa

0 komentar:

Posting Komentar