Kamis, 22 Desember 2011



Oh betapa beratnya tugas seorang raja di zaman ini. Dalam rangkuman itu terlihat jelas betapa bermasalahnya dunia ini. Keadaan Negara lain hampir sama semua, tak ada yang begitu maju dan tak ada pula yang begitu kaya. Aku baru menyadari bahwa Taman Nasional Yellow Stone telah meletupkan gunung berapinya. Letusan itu tak sebesar yang diperkirakan para ilmuan. Namun musibah itu sudah cukup untuk menghantam superioritas Amerika. Lima puluh juta manusia menjadi korban dan kerugian sebesar seratus trilliun dollar. Bill Gates dan puluhan orang terkaya dunia yang berpaspor Amerika terpaksa memberikan harta mereka. Banyak pesawat tempur yang dijual cuma-cuma ke Negara-Negara tetangga. Ditambah musibah tenggelamnya dua kapal induk di tengah Samudra Pasifik. Menambah duka dan luka raja dunia itu.


Kabar buruk tak hanya menimpa Amerika. Uni Eropa pun mengalami kemunduran. Hanya saja penyebab mereka bukan dari alam. Krisis Yunani telah begitu menguras harta Negara tetangganya. Sementara itu produksi menjadi lesu lantaran salah satu konsumen terbesar mereka yaitu Amerika telah jatuh dalam kerugian. Pasar Asia telah direbut oleh China dan India. Eropa tak mampu menyaingi produk murah meriah kedua Negara super padat itu. Ditambah lagi ongkos kirim yang mahal. Eropa terpaksa menjual produk mereka ke Afrika dengan harga murah.

Asia tak lebih baik keadaanya dari kedua benua tadi. Timur Tengah masih sibuk mambangun demokrasi mereka. Asia Tengah tumbuh pelan bersama konflik konflik kecil mereka. Uzbekistan dan Turkmenistan belakangan melancarkan serangan ke Kazakistan. Nusantara dan sekitar masih tercecer dalam ACFTA, industri kami mati ditelan China. China dan India tak juga menjadi kaya meskipun semua membeli produk mereka. Ekonomi berjalan lambat, mungkin paling lambat dalam dua abad terahir

Afrika meskipun mendapat banyak produk murah Eropa, tak berubah menjadi daerah maju. Tingkat pendidikan mereka masih sama dengan dua dekade sebelumnya. Produk murah berkualitas dari Eropa sama sekali tak menggairahakan ekonomi. Mereka berubah menjadi konsumen tulen yang enggan membuat produk sendiri. Kelaparan masih terjadi dan dengan jatuhnya para Negara donatur, jumlah mereka akan bertambah seiring berjalannya waktu.

Wilayah Oceania dan Amerika Selatan menjadi terisolir. Mereka tumbuh dan hidup sendiri. Memproduksi sendiri dan mengkonsumsi sendiri. Keadaan mereka mungkin yang paling baik di antara daerah lain di muka bumi ini.

Dunia pariwisata perlahan turun, dunia olahraga dan hiburan pun lesu. Betapa dunia ini saling bergantung dengan yang lain. Jika saja satu jatuh makan yang lain akan ikut menyusul jatuh.

Rangkuman berakhir dengan kabar Nusantara. Papua masih saja menjadi tambang emas yang miskin. Ada kabar baik dari Kalimantan, hampir sembilan puluh persen hasil tambang telah diakui sisi oleh Nusantara. Namun sayangnya korupsi masih begitu marak di kerajaanku ini. Aku bingung harus dari mana memulai pemberantasan korupsi. Mungkin sebaiknya hukuman seumur hidup atau pancung diberlakukan. Tetapi Nusantara merupakan kerajaan demokrasi di mana hukuman mati merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Sebuah ironi karena koruptor sendiri telah melanggar hak asasi orang banyak.

Pukul sepuluh kami berangkat menuju Jakarta. Aku terdiam dalam dudukku, masih juga tak percaya apa yang telah terjadi hari ini. Bangun di kamar besar, menjadi seorang raja dan sekarang di sinilah diriku dalam perjalanan menuju ibu kota Jakarta. Aku masih ingat kemarin hidupku masih normal. Kamar ukuran empat kali empat meter. Masih belajar menuntut ilmu dan melakukan kegiatan layaknya muda mudi belasan usia. Entahlah apa yang terjadi. Segala usahaku untuk bangun telah gagal. Mungkin inilah kehidupan yang sebenarnya. Mungkin benar kata Angin bahwa seama ini aku telah bermimpi di atas menara istanaku sendiri.

Jenderal Badai menyambutku di depan Istana Pemerintahan Nusantara. Beberapa pejabat juga nampak menyambut namun aku tak mengenal mereka. Sebenarnya Jenderal Badai pun aku tak kenal. Hanya karena Angin memberitahuku terlebih dahulu sebelum tiba di Istana Pemerintahan. Ia menunjukan foto Jenderal Badai yang paling baru. Tentu akan sangat memalaukan jika aku tak mengenalinya.

“Selamat datang Tuanku, senang melihat anda sehat kembali” sapa Jenderal Badai seraya menjabat tanganku

“Terima kasih Jenderal, engkau sungguh telah melaksanakan tugasmu dengan baik” jawabku

“Sebuah kehormatan menjabat jabatan ini Tuanku, mari silahkan masuk” jawab Jenderal mempersilahkanku masuk.

Oh kata kata resmi itu lagi-lagi begitu canggung di telingaku namun tetap saja aku harus mengatakannya. Aku mulai rindu dengan bahasa Jawa yang biasa aku lontarkan di kehidupan asliku, atau mungkin dalam mimpi lima tahunku. Tak hanya percakapan biasa, makiannya pun begitu ku rindu. Sekarang aku hidup di antara mereka para Negarawan, mana mungkin kata kata tersebut keluar.

“Maaf Jenderal, apa sebenarnya yang harus aku sampaikan kepada rakyatku? Memangnya apa pengaruh pidatoku hari ini terhadapa mereka?” tanyaku

“Tuanku, rakyat begitu gelisah dengan keadaan kerajaan. Begitu banyak pengangguran dan kesenjangan sosial yang begitu besar. Kami ingin Tuan memberi semangat” jawabnya

“Kenapa tidak kau saja yang berorasi Jenderal, kau jelas lebih tahu kondisi rakyat”

“Tuanku, kami telah lima tahun kehilangan Tuan dan kami membutuhkan keberadaan Tuan. Meskipun kami rutin meliput Tuan ketika di atas menara sana dalam acara TV, tetap saja mereka kurang percaya. Orang-orang mulai banyak yang mengira Tuan telah meninggal. Gerakan separatisme juga telah begitu berkembang. Tak hanya di Papua, Sulawesi pun meminta kemerdekaan. Kami rasa ini kesempatan yang bagus. Tuan adalah simbol persatuan kami, tunjukanlah pada mereka bahwa kerajaan masih punya wibawa” jawab Jenderal meyakinkanku


“Baiklah Jenderal aku akan melakukan ini, menurutmu apa yang harus aku sampaikan?” tanyaku lagi

“Tak usah banyak banyak Tuanku, hal yang paling penting adalah mengingatkan rakyat kita pada persatuan dan kesatuan”

Hari itu Bundaran HI penuh dengan manusia. Seluruh aktifitas Ibu Kota berhenti pada hari yang di tetapkan sebagai Hari Kebangkitan Sang Raja. Aku di antar sebuah helicopter menuju lokasi podium. Jantungku berdebar melihat kerumunan manusia yang ada. Teks pidato telah rapi tercetak hanya dalam waktu satu jam. Pidato itu berisikan empat paragraf yang kupikir akan selesai di baca dalam waktu lima belas menit. Aku melangkah perlahan menuju puncak podium. Sorak sorai bergemuruh menggetarkan jiwa siapa saja yang ada di sana.

“Raja masih hidup”

“Nusantara!!!!”

Assalamualaikum wr wb

Rakyat Nusantara yang berbahagia marilah kita panjatkan puji syukur kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena kita dapat berkumpul di sini di Jakarta yang indah ini.

Rakyat Nusantara,
Saya menyadari bahwa lima tahun dalam tidur merupakan hal yang sangat tidak wajar. Untuk itu rakyatku saya meminta maaf yang setulus-tulusnya karena sungguh saya tidak punya kehendak apapun atas tidur panjang itu.

Rakyat Nusantara,
Saya begitu terkejut ketika membaca semua berita hari ini. Kabar buruk datang dari berbagai penjuru baik di dalam maupun di luar kerajaan. Kejatuhan Amerika mungkin bisa jadi sebuah berita gembira yag di belakangnya membawa sengsara pada dunia. Ekonomi kita boleh jadi salah satu yang terbesar di namun kita harus waspada karena di saat genting seperti ini semua hal bisa terjadi. Saya sungguh menyayangkan gerakan separatisme yang begitu marak akhir akhir ini di kerajaan. Apakah benar mereka ingin merdeka? Ataukah keinginan sebagian saja guna mendapatkan kedudukan dan tahta?

Rakyat Nusantara,
Sudah lupakah kita terhadap perjuangan para pemuda di tahun awal abad 20? Ketika mereka dengan gagah mengusir para penjajah dan menjadikan tanah Nusantara kerajaan yang berdaulat? Sudah lupakah kita bahwa perbedaan suku ras dan budaya telah menyatukan kita menjadi Negara nomor empat paling padat di dunia? Sudah hilangkah rasa persatuan dan kesatuan yang begitu kita junjung tinggi dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika sehingga marak gerakan separatisme di sana sini? Jika pun daerah daerah tersebut berhasil memisahkan diri apakah keadaan akan menjadi lebih baik?

Rakyat Nusantara
Marilah kita bersatu dalam menghadapi dunia yang genting ini. 




Bersambung.........
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar