Rabu, 15 Juni 2016


Imajinasi kebebasan setelah aku tumbuh dewasa tidak seseru kebebasan yang aku tahu dahulu. Ketika masih kecil, aku sering membayangkan kebebasan adalah bisa terbang ke angkasa atau bisa berlari seharian di alam liar. Sekarang pikiranku mentok di bagaimana bisa senang-senang di waktu luang atau bisa berbicara seenaknya tanpa merusak perdamaian. 

Kebebasan yang aku damba dahulu sebenarnya egois karena hanya ada aku sendiri di sana. Ia tidak pernah memikirkan keterlibatan orang lain yang mungkin bisa terbang bersamaku. Selain itu ia juga ceroboh karena harimau alam liar yang bisa memangsaku tak pernah diikutsertakan. Namun bagaimana pun juga, imajinasi itu tetap baik hati karena mau membawaku ke mana saja. Dan imajinasi itu juga penuh perlindungan karena ia tidak mengijinkanku membayangkan mala bahaya yang bisa menimpa. 

Tetapi kemudian kita dimasukan ke sekolah untuk belajar menjadi manusia yang baik dan tidak ceroboh. Tujuannya agar kita bisa hidup lebih lama dan tidak mati konyol karena mencoba terbang atau berlarian sendirian di tengah hutan. Misi pertama sekolah adalah mengusir imajinasi kebebasan liarku pergi. Aku diajarkan bahwa gravitasi bisa menjatuhkan makhluk apapun yang tak bersayap. Lalu aku juga diberitahu bahwa selain ada harimau, ada ratusan kuntilanak berkeliaran di dalam alam liar sana. Nyaliku menciut, menghimpit imajinasi kebebasan kecilku pelan pelan sebelum akhirnya terusir pergi.

Misi kedua sekolah adalah menawarkan konsep baru tentang kebebasan. Aku diajarkan bahwa waktu tidak bisa ditukar dan akan habis pada suatu hari. Jika tak belajar dan bekerja, maka sia sialah waktu hidup seorang manusia, Lalu aku juga diberitahu bahwa selain diriku sendiri, ada jutaan budaya dan pemikiran orang lain yang harus aku pikirkan. Jadi jika semua manusia berpikir seenaknya maka hancurlah perdamaian dunia. 

Begitulah kemudian imajinasi kebebasan yang awalnya adalah ingin terbang, menjadi sekedar keinginan untuk punya waktu luang. Imajinasi untuk berlarian di alam liar, menjadi sekedar keinginan untuk bisa berbicara seenaknya tanpa harus merusak perdamaian.


Categories:

0 komentar:

Posting Komentar