Jumat, 25 Maret 2011

Siang itu Luna telah siap di pekarangan rumah. Berdandan cantik mengenakan celana jeans ketat dan kaos merah serupa darah. Ia menanti kekasihnya Berry yang akan menjemputnya tepat pukul 13.00 siang ini. Hari ini adalah hari valentine dan Berry telah menjanjikan sebuah kencan manis di tepi kota. Berry telah bercerita bahwa tempat kali ini istimewa karena letaknya di atas bukit Barbuta. Lima belas kilometer selatan kota Seramang.

Mobil Jazz hijau Berry nampak dari ujung gang. Tak lama setelah kenampakannya, kuda besi itu parkir di depan rumah Luna. Berry tampak keren siang ini, sama seperti Luna, ia mengenakan celana jeans beserta kaos merah serupa darah. Keserasian ini bukanlah suatu kebetulan melainkan rencana yang telah diatur sejak awal. Tanpa banyak basa-basi Berry berpamitan pada Ibunda Luna. Ayahanda Luna tak di rumah kala penjemputan. Beliau baru sampai kediaman nanti petang.

Jalanan lumayan lancar meskipun terdapat kemacetan di beberapa tempat. Mereka sampai di Bukit Barbuta tiga puluh menit kemudian. Jam menunjukan pukul 13.30 kala Berry memandang arloji di tangan kirinya sambil memegangi perut kosongnya dengan tangan kanan. Segera mereka menuju rumah makan ‘Berbinar’ yang terletak tepat di pinggir bukit Barbuta menghadap kota Seramang. Pemandangan nomor satu menjadi magnet para pecinta yang dilanda mabuk asmara. Luna dan Berry memilih kursi nomor dua satu di pojok utara. Begitu waiter datang order langsung dipesan. Satu piring cumi-cumi beserta dua porsi nasi bersanding dua gelas jus alpukat.

Seperti adatnya zaman ini, hidangan dilarang dihabiskan karena menunjukan ketidakpatutan. Tiga potong cumi dan sisa nasi menjadi objek penyisaan Luna Berry. Sambil menunggu makanan sampai perut mereka berbicara cinta. Kemudian bertukar coklat dan akhirnya bercium mesra. Bukan cium biasa melainkan mengulum bibir sesama. Setelah puas bercengkrama bill dibayar dan kencan mereka berlanjut ke jalan raya.

Berry basa basi menanyakan ke mana. Sebenarnya ia telah punya tujuan selanjutnya hanya saja ia ingin Luna berbicara. Luna yang tak paham arah menjawab sederhana dengan menyerahkan keputusan sepenuhnya pada Berry. Ia mengajak Luna mampir ke rumahnya. Ia berencana mengenalkan orang tua pada Luna. Awalnya Luna menolak manja karena malu, namun bujuk rayu Berry berhasil membuat Luna mengangguk mau.

Sesampainya di rumah acara berubah. Ternyata orang tua Berry sedang bertamasya ke luar kota. Mereka baru pergi siang tadi dan tak sempat mengabari Berry. Sekarang hanya ada tiga orang di rumah, Berry, Luna dan mbok Iyem. Karena Mbok Iyem ada jauh di pekarang belakang sana maka praktis hanya ada dua orang di bangunan utama. Lagi-lagi mereka bercengkrama dan kali ini di ruang keluarga.

Sebenarnya mereka berdua adalah pasangan biasa-biasa saja yang tak terlalu bergairah. Jika sedang berdua mereka hanya berbincang-bincang saja. Ciuman pun jarang, maklumlah karena jika dilihat dari latar belakang mereka, keduanya lahir dari keluarga taat agama. Namun siang ini semua berbeda, setan telah merasuki akal pikiran mereka. Berry tak kuasa menahan diri, Luna yang biasa menjadi tembok penghalang berbuat dosa akhirnya roboh juga. Mereka berdua menuju kamar di lantai dua.

Ritual selesai tanpa ada saksi mata. Mereka tampak amat bahagia sekeluar dari kamar. Berry telah mengucapkannya. Mengucapkan janji pertanggung jawaban jika nantinya Luna berbadan dua. Tak lupa ia sisipkan kata-kata penenang bahwa semua akan baik-baik saja karena meskipun telah menggunakan alat kontrasepsi, Luna teramat sangat khawatir.

Dua bulan setelah kejadian itu Luna belum juga menstruasi. Luna juga tak sanggup bila disuruh untuk tes kehamilan. Ia takut bila nantinya benar ia telah menjadi seorang ibu. Berry mulai tak tenang, karir mahasiswanya yang sedang melejit terancam jika hubungannya dengan Luna menghasilkan seorang anak. Kini telah masuk bulan ketiga dan akhirnya Luna berani tes. Malang nasib mereka karena benar Luna telah mengandung hampir tiga bulan. Parahnya lagi janin sudah sukar untuk di keluarkan, satu-satunya cara adalah aborsi.

Dua sejoli ini memang sudah terlanjur terkutuk. Mereka hanya punya dua pilihan yang sama-sama menjijikan. Menikah secara terpaksa karena hubungan terlarang atau terbebas dengan status pembunuh darah daging sendiri. Luna menjadi kurus kerempeng dan mulai pudar kecantikannya. Berry sekarang menjadi perokok berat dan IPKnya menurun drastis semester itu.

Mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Pada hari kelahiran anak terlarang itu Luna meninggal dunia, menyisakan Berry untuk merawat bayi itu sendirian. Semenjak pernikahannya dengan Luna, kedua orang tua Berry tak lagi mau menganggapnya anak. Berry adalah aib keluarga yang tak boleh berada di rumah. Sementara itu kedua orang tua Luna juga enggan menampung Berry di rumah.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar