Sabtu, 21 Mei 2011

Setelah sholat Jumat, kami berenam diajak oleh Pak Kuncoro untuk berbincang-bincang dengan Roy abi, salah satu mahasiswa yang sedang menempuh S2 di Fatih University. Beliaulah yang nantinya akan membimbing kami selama tiga bulan pertama di Turki. Maka kami semua segera menuju ke ruang konselor di mana pertemuan akan dilaksanakan. Tak lama setelah bersalaman dengan Roy abi, beliau mulai mewawancarai kami secara bersamaan. Mulai dari pertanyaan soal jurusan mana yang akan kami pilih hingga alasan kami mengapa kuliah di sana.


“Kenapa kalian mau kuliah di Turki?
Kenapa ga di Indonesia aja?
Kan enak tu tiap minggu atau bulan bisa pulang,
Kalau ada apa-apa ada orang tua.
Jadi apa motivasi kalian kuliah ke Turki?,
Ada yang bisa menjelaskan?” Roy abi bertanya. (abi adalah panggilan kepada laki-laki yang lebih tua dalam bahasa Turki)

Kami terdiam, kemudian saling bertatapan dan akhirnya menggelengkan kepala mengisyaratkan ketidaktahuan. Sederet pertanyaan beliau begitu singkat namun padat dan tajam menusuk telinga. Saking tajamnya masuk ke dalam kepala menghentikan syaraf bibir atas dan bibir bawah.

“Mereka sebenarnya tahu alasan mereka masing masing abi” kata Pak Kuncoro.

“Ya tapi saya ingin tahu sekarang dari teman-teman langsung!” pinta Roy abi.

Karena beliau membutuhkan jawaban kami sekarang juga, maka ditanyalah satu per satu dari kami. Beruntunglah tempat dudukku berada di tengah sehingga memungkinkan otakku untuk berpikir dahulu. Meskipun demikian masih saja diri ini kesulitan mengungkapkan alasan. Antrian menjawab dimulai dari Bagas yang menyatakan bahwa ia ingin mandiri. Lalu Anggono yang ingin pengalaman baru. Kemudian Adit yang yakin pendidikan di sana lebih bagus. Setelah itu Ramon yang termotivasi oleh kakaknya yang telah terlebih dahulu belajar di Turki. Berikutnya adalah giliranku menjawab.

Penyakit keringatku kambuh sesaat setelah pertanyaan itu dilontarkan kehadapanku. Mengucur membasahi wajah, turun menetes ke lantai. Efeknya tak berhenti pada ekskresi keringat saja, untuk beberapa detik mataku berhenti berkedip, paru-paruku berhenti menghela, bahkan detak jantungku yang telah bekerja selama delapan belas tahun ini berhenti. Sesaat itu tinggal sel-sel otakku yang bisa kudengar. Ada dua kelompok di dalam kepala sana. Mereka yang sibuk mencari kata-kata dan mereka yang sibuk merangkainya.

“Kamu kenapa mau kuliah di Turki?”tanya Roy abi kembali.

Pertanyaan itu masuk lagi ke dalam telingaku. Kali ini volumenya lebih keras dan jelas. Masuk ke kepala mendobrak gerbang otak, mengagetkan para sel-sel otakku tadi. Mereka berlari sekuat tenaga menuju syaraf bibir kemudian terjun keluar bersuara “Saya ingin keluar dari zona nyaman bi”.
Setelah itu giliran Figur dan Hendra menjawab. Jawaban mereka kurang lebih sama yaitu menyatakan bahwa mereka akan belajar lebih kondusif di Turki. Roy abi terdiam sebentar sebelum mulai berbicara tentang alasan kami. Beliau mengutarakan bahwa motivasi kami harus sering disampaikan pada Roy abi agar nantinya beliau dapat terus menjaga motivasi kami selama belajar di Turki nanti.
Categories:

2 komentar:

  1. hahaha gas. jdi inget nek kmu mesti debat deh kringat bercucuran. hahaha. gak cuma kluar comfort zone aja gas, u got to create another one, and another one and another one. everywhere is yours. ;)

    BalasHapus
  2. gacuma debat Ra, semua kesempatan yang berkaitan dengan orang penting dan panggung atau kompetisi. Di sana pasti keringat bercucuran.
    We have to get out of our comfort zone to succeed this life, ya ga bos!

    BalasHapus