Minggu, 26 September 2010


Seperti biasa hari jum’at itu kami berlatih di studio Nadisa. Setelah bel pulang sekolah berbunyi kami nongkrong untuk beberapa menit di depan sekolahan. Satu per satu siswa menghilang dari keramaian jalanan di depan SMP N 1 Purwokerto. Ada yang dijemput, ada yang naik angkot dan ada juga yang membawa sepeda sendiri. Ini sudah menjadi pemandangan rutin setiap hari di sekolah kami. Setelah siswa siswanya yang menghilang giliran para penjual yang satu per satu membereskan gerobak mereka dan pergi menuju tempat jualan berikutnya.
Pelataran sekolah sudah sepi dan kami melanjutkan jadwal acara kami. Perjalanan 500 meter menuju studio yang sangat mengasyikan melewati kampung kampung di tengah tengah ramainya kota Purwokerto. Sambil bersenda gurau dan kadang memainkan drama kejar kejaran kami telusuri jalan setapak selebar dua meter yang tak bernama dengan sangat antusias. Panas matahari atau rintik hujan tak jadi masalah buat kami asalkan bisa sampai di studio untuk latihan.



Siang itu kami tengah menyiapkan diri untuk festival band SMP se kota Purwokerto yang diselenggarakan oleh SMA N 1 Purwokerto. Acara itu merupakan bagian dari Smansa fair yang setiap tahunnya diselenggarakan untuk memperkenalkan SMA 1 pada masyarakat luas. Festival itu memang cukup bergengsi mengingat sekolah sekolah juara musik seperti SMP 2 Purwokerto, SMP 1 Sokaraja dan SMP Susteran juga ikut. Kami sangat bangga karena dipercaya oleh guru ekskul band untuk mewakili sekolah kami.
Kami menambah jam sesi latihan menjadi dua kali seminggu ketika waktu persiapan hanya meninggalkan sebulan. Lagu yang akan kami bawakan adalah lagu andalan kami “Loe Tu Ye” yang kami aransemen dengan beberapa sentuhan reggae. Om Johny ikut memberi masukan tentang bagaimana kami harus tenang dan tidak melupakan untuk selalu berkomunikasi dengan penonton ketika berada di atas panggung. Beliau juga mengingatkan bahwa jangan pernah memulai pertunjukan kalau alat alatnya belum siap atau belum stem karena penampilan kami hanya akan menjadi percuma.
Hari festival tiba dan kami sudah berada di belakang panggung menunggu giliran tampil. Aku kurang ingat urutan berapa ‘Band-Q’ waktu itu. Kami begitu gugup dan gelisah, ternyata tiga minggu latihan intensif kami tidak membuat kami tenang di hari itu. Keringat muai deras bercucuran ketika kami dipanggil. Sambil mempersiapkan alat, Randi sang vokalis memperkenalkan personil band kami satu per satu. Aku masih ingat waktu itu sang presenter menanyakan pertanyaan yang sangat sering muncul di atas panggung yaitu mengenai arti nama band kami. Randi dengan santai menjawab bahwa ‘Band ini milik kita’.
Randi maju ke depan dan melakukan aksi solo riff dengan gaya khas kaki kanan di atas sebuah speaker. Entah apa yang terjadi Randi lupa mengganti efek distorsinya dan memberhentikan kami semua. Aku salut dengan reaksi Randi, dia meminta maaf kepada juri dan penonton dan meminta untuk mengulangi lagunya. Penonton tertawa namun kami tak memikirkannya karena tawa itu hanya membuat kami tambah semangat. Waktu itu kami tampil bersih dan aku bisa melihat salah satu juri menganggukan kepala mengisyaratkan bahwa beliau puas dengan penampilan kami.
Turun dari panggung kami disambut oleh beberapa panitia dan juga peserta yang lain. Ada yang berkomentar kita bagus dan ada juga yang tak berkomentar. Kami lega bahwa tugas kami telah selesai dan tinggal menunggu hasil keesokan harinya. Apapun hasilnya kami siap menerimanya dengan lapang dada dan tak akan menyesali atau terlalu membanggakannya. Kami bergabung dengan kerumunan penonton sambil menyaksikan peserta yang lain. Ada tiga penampilan spesial saat itu yaitu dari SMP Susteran yang membawakan lagu ‘Stockholm syndrome’. Mereka begitu hebat membawakan lagu itu, skill dari para personilnya bisa dibilang di atas rata rata dan sepertinya mereka sudah biasa manggung dari aksi panggung mereka. Setelah kami selidiki ternyata mereka semua adalah murid sekolah musik ‘Royal’ yang merupakan salah satu yang terbaik di Purwokerto. Kemudian ada SMP 2 yang membawakan lagu ‘Sweet Child of Mine’. Gitarisnya tampil begitu menonjol apalagi dibagian solo gitar yang ia mainkan dengan sangat bersih. Yang satu lagi adalah SMP 1 Sokaraja yang membwakan lagu ‘The Final Countdown’. Meskipun tak sejago Susteran namun mereka tampil cukup kompak dan bersih.
Keesokan harinnya kami kembali mengunjungi Smansa Fair. Perasaan kami berdebar debar, kami sangat mengharapkan posisi juara. Namun sayang ternyata kami tak juara hari itu. Kami tak begitu terpukul karena kami mendapat gelar juara harapan 2. Seperti dugaan kami para juaranya adalah SMP Susteran sebagai juara 1, kemudian SMP 2 sebagai juara 2 dan SMP 1 Sokaraja juara 3. Di harapan 1 ada band putri yang berasal dari Purbalingga. Kami cukup kaget dengan hasil juara harapan 1 karena kemarin mereka tampil tak begitu maksimal.
Keputusan sudah diputuskan dan kami tak dapat merubahnya. Festival itu menjadi satu pengalaman penting kami lagi untuk menjadi band sukses. Kami kembali ke sekolah dan melaporkan hasil kami pada para bapak dan ibu guru. Meskipun mereka tak begitu bahagia namun kami tetap mendapat support agar tetap berlatih untuk menjadi yang terbaik. Setelah event itu kami agak merenggangkan jadwal latihan kami karena acara manggung selajutnya adalah ketika perpisahan kakak kelas kami atau sekitar dua bulan lagi.
Setelah festival itu kami memutuskan utuk mengganti nama band kami lagi karena meraa bahwa nama lama kami kurang enak didengar. Sama seperti ketika baru membentuk band kami mengajukan beberapa nama untuk dipertimbangkan. Setelah diskusi dan mendapat saran dari teman teman dan juga Om Johny akhirnya nama band kami berganti menjadi D’Phantom. Kami tak behitu memikirkan arti nama yang penting enak didengar dan diucapkan dan terkesan sangar walaupun genre musik yang kami mainkan hanya sebatas lagu lagu pop yang sedang laris.
Perpisahan semakin dekat dan kami tengah berlatih untuk itu. Fokusku terbagai dua karena aku juga mendapat tawaran tampil dari kaka kelas yang bernama Alfanda Abyor untuk tampil bertiga bersama Mansyah yang merupakan anggota band Ghany cs. Kami memang cukup gila karena hanya beranggotakan tiga orang. Kami bertiga berencana memainkan lagu lagu Muse dan menamakan diri kami three generation. Aku tak bisa menolak ajakan itu dan akhirnya kami positif mendaftarkan diri ke seksi acara perpisahan saat itu.ri teman ti ketika baru membentuk band kami mengajukan beberpa nama untuk dipertimbangkan. Setelah diskusi dan mendapat saran d
Singkat cerita tibalah acara perpisahan dan seperti biasa kami akan menjadi salah satu pengisinya. Perpisahan dilaksanakan di Gedung BPD seperti tahun tahun sebelumnya. Kami membawakan tiga lagu yang cukup menghibur teman teman. Kemudian three generation juga tidak begitu mengecewakan. Ada sesuatu yang menggertak kami hari itu. Kami yang biasa tampil dominan ternyata kalah menarik dengan penampilan Ghany cs yang mulai gencar latihan akhir akhir ini. Mereka semakin matang saja dan aksi panggung mereka sudah jauh melampaui kami. Kami sadar bahwa kami tidak bisa enak enakan di atas tanpa perjuangan. Sejak hari itu perseteruan antara Band-Q dan Ghany cs menjadi semakin sengit...

0 komentar:

Posting Komentar